Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Revisi UU Nomor 11 Tentang Kejaksaan Tahun 2021 memicu beragam pendapat Akademisi dan Praktisi.





Makassar,matacelebes - Berbagai pendapat tentang peran dominus litis Kejaksaan terkait Revisi Kitab Undang Undang Pidana (RKUHAP) dalam proses peradilan pidana saat ini menjadi perhatian kalangan akademisi dan praktisi di Indonesia.

Pada acara Focus Group Discussion (FGD), di Sumatera utara, membahas tentang revisi kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang di hadiri  dari beberapa praktisi dan akademisi yang juga sebagai narasumber

Prof, Faisal SH, MHUm, Dekan FH UMSU dalam pemaparannya menyampaikan, carut marutnya penegakan hukum di Indonesia karena tidak ada peradaban hukum. Saat membaca RUU KUHAP nyaris tidak ada spirit peradaban hukum.

“Penegakan hukum kita ini tidak beradab karena tidak punya akhlak dan etika. Karena yang membuat peraturan perundang-undangan sesuka hatinya.” ungkapnya.

Demikian Famati Gulo, SH, MH menyampaikan dalam acara FGD,  hal yang paling berbahaya ketika jaksa mendapat kewenangan sebagai penyidik merangkap penuntut, dikhawatirkan terjadinya kewenangan yang berlebih. 

Sebaiknya polisi difokuskan sebagai penyidik dan jaksa sebagai penuntut. 

“Kita minta RUU KUHAP dievaluasi agar polisi diperkuat sebagai penyidik dan Jaksa sebagai penuntut sehingga dapat tercipta keseimbangan,” jelasnya.


Pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Café Muda Mudi, Makassar Sulawesi selatan, Senin (10/2/2025), yang membahas tentang Revisi Undang Undang Nomor 11 Thn 2021 Tentang Kejaksaan yang di hadiri beberapa praktisi dan akademisi serta masyarakat.

Nampak para peserta menyampaikan pandangan mereka terkait potensi polemik dalam revisi tersebut, terutama dalam penerapan asas dominis litis dan kemungkinan konflik kepentingan.

Pakar hukum, Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.HuM, menyoroti bahwa revisi ini menimbulkan pro dan kontra karena banyak pihak memiliki pandangan yang berbeda terkait substansinya.

Ia menilai bahwa penerapan asas dominis litis yang memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam mengendalikan perkara dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam sistem peradilan.

“Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 masih menimbulkan polemik dan pro-kontra, terutama terkait perluasan kewenangan kejaksaan dalam pengendalian perkara, seharusnya ada keseimbangan dalam penerapan asas ini agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan,” ujar Prof. Ilmar.

Ia juga menyoroti bahwa kejaksaan memiliki wewenang dalam mengawasi penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian, yang menurutnya bisa berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan.

“Kewenangan ini bisa menjadi masalah jika tidak ada mekanisme pengawasan yang jelas terhadap kejaksaan. Siapa yang akan mengawasi jaksa jika kewenangan ini semakin luas?” katanya

Dalam diskusi ini  salah seorang mahasiswa dari Universitas Hasanuddin juga turut menyampaikan pandangannya. Menurutnya, revisi UU Kejaksaan sebaiknya ditolak karena dapat menjadikan kejaksaan sebagai lembaga yang terlalu kuat dan sulit diawasi oleh masyarakat sipil.

“Hasil dari kajian ini sebenarnya kami harapkan, menolak revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021. Karena dengan revisi ini, kejaksaan akan menjadi lembaga super body tanpa pengawalan. Masyarakat sipil akan semakin lemah dalam melakukan kontrol terhadap lembaga ini,” bebernya.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum.

Dia menekankan pentingnya penguatan peran dominus litis kejaksaan dalam proses peradilan pidana melalui revisi KUHAP. Menurutnya, perubahan ini diperlukan untuk mewujudkan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan efektif dalam menangani perkara pidana di Indonesia.

Revisi KUHAP diharapkan dapat menghadirkan sistem peradilan yang lebih berkeadilan dan memberikan kepastian hukum yang lebih baik,” ujar Pujiyono dalam keynote speech pada seminar nasional Rancangan KUHAP dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana: Menggali Kelemahan dan Solusi  yang digelar di Universitas Brawijaya, Malang, Rabu (12/2/2025).

Revisi UU Nomor 11 Tentang Kejaksaan  Tahun 2021 menjadi perdebatan hangat di berbagai kalangan, para akademisi dan praktisi hukum sepakat bahwa revisi ini perlu dikaji ulang dengan lebih mendalam, serta melibatkan partisipasi publik secara luas agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan di masa mendatang.(**)

Redaksi

Posting Komentar

0 Komentar