Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Sistem penegakan hukum di Indonesia, memalukan dan memilukan.




Matacelebes - Tersentak kaget, dan gembreget saya baca berita di media, hakim yang mengadili perkara pembunuhan Ronald Tannur menerima suap Rp 3,5 miliar, agar sang pembunuh bebas dari tuntutan hukum. Benar-benar memalukan. Wajah hukum kita pun tercoreng, rusak oleh perilaku hakim cluthak yang gak tahu diri.

Kasus Ronald Tannur kembali ke meja hijau setelah sebelumnya ia dibebaskan dari kasus penganiayaan maut pada tahun 2023 lalu. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) segera menjebloskan pemilik nama asli Gregorius Ronald Tannur itu ke penjara.

Kali ini tidak hanya Ronald Tannur saja yang dibawa ke pengadilan. Melainkan juga sang mama, Meirizka Widjaja. Mamanya Ronald Tannur menjadi sorotan publik karena keterlibatannya dalam kasus suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membuat bebas anaknya.Meirizka, mama dari Ronald Tannur, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini dan saat ini ditahan di Rutan Kelas I Surabaya.

Yang lebih nggegirisi lagi, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) bernama Zarof Ricar (ZR) juga diduga terlibat dan ikut ditangkap. Dalam penggeledahan di rumahnya, ditemukan uang hampir mencapai Rp920 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram.

Benar-benar edan, rusak, cluthak…

Menurut Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI), Luthfi Yazid, kasus ini menarik perhatian publik dan media karena tiga faktor utama. Pertama, kasus ini terkuak di saat para hakim sebelumnya melakukan aksi mogok nasional demi menuntut peningkatan kesejahteraan. Sebagai bentuk solidaritas, mereka juga mendatangi Kemenkumham, Mahkamah Agung, dan DPR RI untuk menyuarakan aspirasinya.

Kedua, baru-baru ini MA mengangkat Prof. Sunarto sebagai Ketua Mahkamah Agung (KMA) yang baru, di mana harapan besar ditumpukan pada dirinya untuk memperbaiki integritas dan tata kelola di lembaga peradilan tertinggi ini.

Pertanyaannya, apakah Ketua MA yang baru akan sanggup mengatasi persoalan dan kemelut yang ada saat ini?.

Ketiga,  jumlah uang yang ditemukan dalam penangkapan para tersangka, termasuk uang hampir Rp1 triliun di rumah mantan pejabat MA, Zarof Ricar.

Semakin ruwet persoalan hukum di negeri ini. Sudah seharusnya hukum dibicarakan dalam konteks manusia. Membicarakan hukum yang hanya berkutat pada teks dan peraturan, bukanlah membicarakan hukum secara benar dan utuh.

Sosok hukum menjadi kering karena dilepaskan dari konteks dan dimensi manusia. Hukum formal adalah hukumnya para profesional hukum. Yang mereka bicarakan adalah ide yang sudah direduksi menjadi teks. Para profesional memang memerlukan pegangan hukum formal itu sebagai modal untuk bekerja. Di tangan mereka hukum “bisa” ditekuk-tekuk untuk keperluan profesi.

Berulangnya praktik korupsi di tubuh MA dan suburnya makelar kasus, menguatkan fakta bahwa mafia peradilan ini sudah kronis. Ada pola standar mafia peradilan yang sudah kronis selama puluhan tahun.

Makelar kasus (markus) pada hakikatnya mencerminkan pengertian intervensi terhadap suatu proses administrasi, dalam hal ini proses penegakan hukum. Berbeda dengan proses intervensi lainnya yang mungkin bertujuan positif, markus meletakkan “memenangkan klien dengan segala cara” sebagai kepentingan dan tujuan.

Perlu digaris bawahi bahwa target markus tidak selalu harus berupa tindakan yang menyimpang dari hukum, tetapi juga, seperti dalam dunia perdagangan, tampil sebagai makelar yang profesional, dengan menjembatani kepentingan pihak-pihak terkait. Walau dalam prakteknya sudah telanjur dipersepsikan jelek, markus tidak selalu membela yang salah, tetapi juga membela yang benar (korban).

Yang penting wani piro….

Rusaknya tatanan sistem hukum dapat berdampak besar bagi kehidupan bangsa, seperti memberikan kesempatan bagi orang untuk melakukan kejahatan.

Rusaknya hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:

Pertama, aparat penegak hukum yang rusak: Aparat penegak hukum sering melakukan korupsi, mafia kasus, dan diskriminasi dalam penegakan hukum. Diskriminasi ini dapat terjadi berdasarkan ras, suku, status sosial, atau golongan politik.

Kedua, kurangnya kesadaran hukum: Masyarakat masih sering mengabaikan hukum dan tidak memberikan dukungan penuh kepada aparat penegak hukum.

Ketiga, kurangnya sumber daya: Aparat penegak hukum kekurangan sumber daya, baik dari segi personal, anggaran, maupun sarana dan prasarana.

Keempat, tingginya angka kriminalitas: Tingginya angka kriminalitas dan pelanggaran hukum menjadi tantangan serius dalam menegakkan hukum.

Kelima, struktur hukum yang overlapping kewenangan: Struktur hukum di Indonesia memiliki kewenangan yang tumpang tindih.

Keenam, problem pembuatan peraturan perundang-undangan: Ada masalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

Ketujuh, uang mewarnai penegakan hukum: Penegakan hukum terwarnai oleh uang

Sebagai masyarakat awam, kita berharap Presiden Prabowo Subianto bisa membenahi kembali hukum yang sudah rusak oleh perilaku oknum-oknum penegak hukum itu sendiri. Pengawasan terhadap lembaga penegak hukum harus semakin ditingkatkan. Harus dibenahi total, sehingga rakyat bisa menyandarkan keadilan yang seadil adilnya.

Catatan D. Supriyanto Jagad N
CEO
Redaksi

Posting Komentar

0 Komentar