Jakarta - Dedi Kurnia Syah Putra Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) mengamati, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) kembali disorot publik, jelang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024, terkait gugatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Menurutnya, perkara selisih suara harus diselesaikan lewat proses Pemilihan Suara Ulang (PSU) yang dilakukan sesuai Daerah pemilihan (Dapil) yang diperkarakan.
"Maka, jika PPP ternyata lolos Senayan (tanpa PSU), hal ini akan menambah daftar panjang skandal MK dalam hal memutuskan perkara sengketa Pemilu," kata Dedi, di Jakarta, Senin 20/5/2024
Berbeda dengan pendapat pengamat Politik dari Indonesia Political Review yang menganggap tidak ada kepentingan politik yang melibatkan Hakim Konstitusi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin memandang, sekalipun kelolosan PPP ke parlemen terjadi melalui sengketa hasil pileg di MK, tidak bisa disimpulkan ada kepentingan politik yang melibatkan hakim konstitusi.
"Saya rasa tidak ada unsur politis di MK. Jangan semuanya dikaitkan dengan politis. Itu semua kan hukum berjalan di MK,"ujar Ujang, Senin 20/05/2024
Menurutnya, isu negatif yang muncul terkait MK malah akan membuat sentimen publik menjadi tinggi,
kepercayaan kepada lembaga yudikatif.
Oleh karena itu, Ujang mengajak semua pihak untuk berpikir terbuka terkait penanganan perkara PHPU Legislatif 2024 yang masih berjalan di MK.
"Kita percaya saja ke MK bahwa MK memutuskannya dengan adil, objektif, profesional. Sehingga putusannya bertanggungjawab bukan hanya kepada rakyat Indonesia tapi juga kepada Tuhan," demikian Ujang menambahkan.
Di kutip : Republik Merdeka.
0 Komentar